Bagikan dengan
Melepaskan Potensi: Masa Depan Minyak Sawit Berkelanjutan
Dalam dua dekade terakhir, permintaan minyak nabati meningkat pesat, dan minyak sawit menjadi pemimpin dalam industri makanan, kesehatan dan kecantikan, serta energi, terutama sebagai bahan bakar nabati. Daya tarik minyak sawit terletak pada hasil panennya yang luar biasa tinggi dan fleksibilitas penggunaannya.Dengan hasil panen empat hingga sepuluh kali lebih tinggi per hektar dibandingkan kedelai, rapeseed, dan bunga matahari, kelapa sawit muncul sebagai pilihan utama.
Tak hanya itu, minyak sawit merupakan alternatif yang lebih sehat dibandingkan lemak trans serta memiliki sifat pelembap dan tekstur yang ideal untuk produk perawatan pribadi. Saat ini, Indonesia dan Malaysia mendominasi pasar minyak sawit, menyumbang 83% ekspor global. Industri minyak sawit memberikan manfaat ekonomi yang signifikan bagi petani kecil, industri agro, dan negara produsen, mendorong mata pencaharian, penciptaan lapangan kerja, dan pertumbuhan ekonomi.
Namun, pertumbuhan industri minyak sawit yang pesat juga membawa dampak lingkungan yang signifikan serta memengaruhi petani kecil dan pekerja secara tidak proporsional. Sepanjang rantai nilai global minyak sawit, terutama di Asia Tenggara yang menjadi pusat produksi dan ekspor, muncul berbagai tantangan terkait lingkungan, kesetaraan, dan ekonomi yang harus segera ditangani.
Mengenal Rantai Nilai Minyak Sawit: Perjalanan Langkah demi Langkah
Rantai nilai global minyak sawit, yang berasal dari Asia Tenggara dan menjangkau konsumen di seluruh dunia, dapat dibagi menjadi lima tahap utama: produksi, pengolahan, distribusi, manufaktur, dan konsumsi. Produksi dimulai dari perkebunan skala besar yang dimiliki oleh perusahaan, tempat pohon kelapa sawit ditanam dengan perawatan khusus.
Petani kecil kemudian memanen buah segar dari pohon tersebut, yang dikenal sebagai Tandan Buah Segar (TBS). Pada tahap pengolahan, TBS diubah menjadi dua jenis minyak sawit utama: Minyak Sawit Mentah (Crude Palm Oil/CPO) dan Minyak Inti Sawit (Palm Kernel Oil/PKO). Setelah diproses, minyak ini didistribusikan ke pabrikan.
Perusahaan besar yang menerapkan integrasi vertikal mengendalikan tiga tahap pertama rantai nilai ini. Mereka memperoleh minyak sawit langsung dari perkebunan atau pabrik pengolahan mereka sendiri. Minyak sawit yang telah didistribusikan kemudian dimanfaatkan oleh produsen barang konsumsi dan perusahaan energi untuk menghasilkan berbagai produk makanan, kosmetik, dan biodiesel. Akhirnya, produk jadi sampai ke tangan konsumen, memenuhi berbagai kebutuhan sehari-hari mereka.
Tantangan Keberlanjutan: Mengatasi Masalah yang Mendesak
Industri minyak sawit menghadapi tantangan lingkungan yang serius, termasuk deforestasi besar-besaran di hutan tropis, pelestarian lahan gambut dan keanekaragaman hayati, serta kondisi kerja yang adil bagi petani kecil dan buruh. Untuk memenuhi permintaan global, Indonesia dan Malaysia telah menebang sekitar 6 juta hektar hutan hujan tropis, rumah bagi lebih dari 193 spesies yang terancam punah seperti orangutan, harimau Sumatra, dan gajah.
Metode tebang dan bakar yang digunakan oleh banyak produsen memperparah permasalahan lingkungan, menyebabkan emisi karbon tinggi dan polusi udara, yang berdampak negatif pada ekosistem dan kesehatan manusia. Selain itu, investigasi oleh berbagai pihak mengungkap eksploitasi tenaga kerja di industri minyak sawit Asia Tenggara.
Banyak pekerja migran menjadi korban perdagangan manusia dan kerja paksa, menunjukkan kurangnya perlindungan bagi buruh di sektor ini. Tantangan sosial dan lingkungan dalam produksi minyak sawit telah mendorong berbagai pihak di rantai pasok untuk bertindak, terutama organisasi nirlaba global yang berperan penting dalam mengawasi keberlanjutan industri ini.
Peran Organisasi Nirlaba dalam Mendorong Perubahan
Sebagai respons terhadap tantangan lingkungan, berbagai organisasi telah membentuk standar dan sertifikasi untuk produksi minyak sawit yang lebih berkelanjutan. Salah satunya adalah sertifikasi yang bertujuan untuk mendorong permintaan dan konsumsi minyak sawit bersertifikat berkelanjutan.
Sertifikasi oleh RSPO diberikan kepada produsen yang memenuhi persyaratan teknis yang ketat, meminimalkan dampak negatif terhadap ekosistem lokal, masyarakat, dan satwa liar. RSPO mendesak produsen barang konsumen untuk menjadi anggota dan berkomitmen untuk mendapatkan Palm Oil Berkelanjutan Bersertifikat (CSPO).
WWF bertujuan untuk mempengaruhi 40-50% produksi palm oil dengan menjangkau 100 perusahaan teratas yang menguasai 25% perdagangan. Namun, meskipun bertujuan baik, sertifikasi ini menghadapi kritik. Beberapa pihak menuduh bahwa sertifikasi sering digunakan untuk mencitrakan produk sebagai ramah lingkungan meskipun masih berkontribusi terhadap deforestasi.
Untuk mengatasi kekhawatiran ini, telah diperkenalkan sistem pemantauan berbasis citra satelit untuk mengawasi deforestasi dan kebakaran di area perkebunan yang telah bersertifikat. Penelitian menunjukkan bahwa sertifikasi ini secara signifikan mengurangi deforestasi dan kebakaran, menegaskan pentingnya penerapan yang lebih luas di Asia Tenggara.
Intervensi Pemerintah: Mengisi Kekosongan
Selain organisasi nirlaba, pemerintah juga berperan penting dalam memastikan keberlanjutan industri minyak sawit. Di Malaysia, ada upaya untuk menjadikan seluruh produksi minyak sawit di salah satu wilayahnya berkelanjutan pada tahun 2025.
Pemerintah daerah bekerja sama dengan berbagai pihak untuk memperoleh sertifikasi bagi ribuan hektar perkebunan, sambil melestarikan hutan dan habitat satwa liar.
Di Indonesia, telah dikembangkan sertifikasi minyak sawit berkelanjutan sendiri. Namun, standar ini masih memiliki beberapa kekurangan, seperti tidak melindungi hutan sekunder secara memadai dan kurang melibatkan masyarakat adat.
Untuk meningkatkan keberlanjutan, telah dilakukan kolaborasi dengan standar internasional dalam proyek percontohan untuk meningkatkan inklusivitas petani kecil dalam produksi berkelanjutan.
Selain itu, kebijakan ekspor minyak sawit yang diterapkan pemerintah juga berpengaruh terhadap rantai pasok global. Langkah-langkah ini bertujuan untuk mengatur pasokan domestik dan harga, tetapi juga berdampak pada petani kecil yang menghadapi berkurangnya permintaan.
Jalan Bersama Menuju Keberlanjutan
Minyak sawit tetap menjadi komoditas yang hampir tak tergantikan karena efisiensi dan biaya produksinya yang rendah. Namun, beberapa produsen telah mengambil langkah signifikan menuju keberlanjutan.
Beberapa perusahaan telah mulai mengadopsi praktik berkelanjutan dengan menanam kelapa sawit hanya di lahan yang sebelumnya tidak berhutan, serta berkontribusi pada target netral karbon negara mereka. Selain itu, mereka juga memastikan kesejahteraan pekerja dengan mengikuti standar hak asasi manusia internasional.
Untuk meminimalkan dampak negatif minyak sawit terhadap lingkungan dan masyarakat, seluruh pemangku kepentingan dalam rantai pasok harus berkolaborasi. Dengan solusi yang dapat diterapkan secara luas, diharapkan industri minyak sawit dapat mendukung pertumbuhan ekonomi sekaligus menjaga keseimbangan ekologi.
Ryoo, S., Shivkumar, M., Sackleh, S., Maguire, T., Ezeogu, U., & Gleeson, M. (2023, January 25). A better model for the palm oil supply chain. Retrieved from Supply Chain Management Review: https://www.scmr.com/article/a_better_model_for_the_palm_oil_supply_chain
https://www.vectorstock.com/royalty-free-vector/economy-and-government-intervention-vector-2695411
https://www.linkedin.com/pulse/5-steps-ideal-customer-journey-how-make-each-one-work-edoutwest
Puri Indah Financial Tower Unit 0709 – 0711
Jl.Puri Lingkar dalam Blok t8, jakarta barat 11610
©2022 PT Mahardika Digital Distribusi.
All Rights Reserved.